Minggu, 11 Maret 2012

Kebijakan Makalah Ilmiah Diterbitkan di Jurnal sebagai Prasayarat Wajib Lulus S1. Bijak, kah?


By: Kementerian Kebijakan Publik BEM FH UB 2012

Dunia kampus kembali dijadikan lahan eksperimen pemerintah dengan diwajibkannya mahasiswa, mulai dari taraf Strata 1 (S1), untuk menulis makalah ilmiah dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah. Apabila sebelumnya mahasiswa hanya diwajibkan melakukan penelitian dan menuliskan dalam bentuk skripsi bagi program Sarjana, tesis bagi program Magister, dan disertasi bagi program Doktor  sebagai tugas akhir untuk syarat kelulusan, berdasarkan Surat Edaran Nomor 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 terhitung mulai kelulusan setelah Agustus 2012 syarat kelulusan ditambah lagi dengan kewajiban untuk menghasilkan makalah ilmiah yang diterbitkan diberbagai  jurnal ilmiah yang diantaranya :

1.   - Untuk lulusan program Sarjana harus diterbitkan pada jurnal ilmiah
2.   - Untuk lulusan program Magister harus diterbitkan pada jurnal ilmiah nasional yang telah diakrkeditasi oleh dikti
3.     -  Untuk lulusan program  Doktor harus diterbitkan pada jurnal internasional.


Alasan diwajibkannya pembuatan makalah ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah yang tercantum dalam Surat Edaran tersebut adalah jumlah karya ilmiah Perguruan Tinggi Indonesia masih rendah dibandingkan negara tetangga. Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  M Nuh menilai kebijakan ini bermanfaat bagi mahasiswa yaitu mendorong dan membudayakan kebiasaan menulis dengan berpikir sistematis di kalangan mahasiswa, Selain itu ia mengatakan kebijakan dipublikasikannya karya ilmiah pada jurnal ilmiah juga dapat digunakan untuk meminimalisasi tindakan plagiat (dikutip dari www.okezone.com, Jumat 10 Februari 2012).

            Menilik ke dalam kondisi internal,  Universitas Brawijaya saat ini memiliki jumlah sekitar 30.278 mahasiswa aktif  dengan lulusan kurang lebih sekitar 7.502 pertahun (dikutip dari http://develweb.ub.ac.id/offweb_ci/tentang/profil-universitas/mahasiswa) yang memang nantinya kurang lebih sekitar jumlah mahasiswa tersebut  akan mempersiapkan kelulusan dan akan lulus pada saat diberlakukannya kebijakan ini dimana tidak semua sumber daya mahasiswa yang berkualiatas  mahir menulis karena setiap mahasiswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam berbagai bidang. Berdasarkan data Indonesian Scientific hingga Oktober 2009, dari 2100 jurnal ilmiah hanya 406 jurnal yang telah terakreditasi dengan spesialisasi jurnal hukum di Indonesia hanya 6 jurnal yang terakreditasi. Dan untuk memasukkan makalah ilmiah pada jurnal internasional bukan hal yang sangat mudah untuk dilakukan. Pemanfaatan teknologi informatika sendiri yang dirasa mampu menjadi alternatif jurnal tertulis di Indonesia masih sangat minim, bahkan di Universitas Brawijaya (jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang ada). Sehingga bukan tidak mungkin pada saat pelaksanaannya nanti, yakni pada Agustus 2012 akan berpotensi chaos dan berpotensi pula merugikan umur akademis mahasiswa, mengingat sudah banyak Perguruan Tinggi yang mulai menyatakan sikap penolakan.

Minimnya sosialisasi antara waktu dikeluarkannya Surat Edaran dengan  pemberlakuan pembuatan karya ilmiah yang harus dipublikasikan pada jurnal ilmiah tergolong relatif  singkat, yakni hanya 7 bulan saja apa lagi sampai saat ini belum terdapat sosialisasi yang menjelaskan secara detail  dari pihak dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan  melalui perantara akademik universitas kepada mahasiswa. Perlu ditekankan bahwa pembuatan makalah hingga pemuatannya ke jurnal ilmiah memerlukan proses yang relatif lama dan membutuhkan kesiapan yang matang dari semua pihak. Minimal, kampus sudah harus mempersiapkan ‘wadah” jurnal ilmiah sesuai dengan estimasi lulusan dan mempersiapkan tenaga editing untuk menjamin tidak adanya unsur plagiasi dalam makalah tersebut. Selain itu, pelatihan menulis ilmiah juga merupakan keniscayaan yang harus pihak kampus sediakan, setidaknya untuk memberikan skill mendasar yang selama ini memang minim.
            Kebijakan yang dikeluarkan tersebut  masih belum disesuaikan dengan keadaan yang nyata saat ini dan  tidak didahului dengan perbaikan dan peningkatan sumber daya manusia, teknologi,dan sistem menejemen birokrasi sebagai fasilitas penunjang yang paling utama. Apakah dapat berjalan dengan baik? Atau nantinya hanya memperkeruh pendidikan  di Indonesia? Kita doakan saja yang terbaik untuk kemajuan Negera Indonesia.


Bagaimana dengan Anda?
Sudah siapkah Anda dengan kebijakan ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar